Sabtu, 23 Mei 2015

Khulafaur-Rasyidin

Khulafaur-Rasyidin berasal dari kata khulafa’ dan ar-rasyidin.  Kata khulafa, merupakan jamak dari kata khalifah artinya pengganti sedangkan kata  ar-rasyidin artinya mendapat petunjuk.  Jadi khulafaurrasyidin menurut bahasa adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti, pemimpin atau penguasa yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Khulafaurrasyidin menurut istilah adalah pemimpin umat dan kepala negara yang telah mendapat petunjuk dari Allah SWT. untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Masa pemerintahan khulafaurrasyidin adalah empat khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah SAW :

1Abu Bakar Ash-Shidiq (632 – 634 M)

Ia adalah sahabat nabi yang paling setia dan terdepan dalam membela Nabi Muhammad dan para pemeluk Islam. Ia juga orang yang ditunjuk Nabi SAW untuk menemani hijrah ke Yatsrib (Madinah).  Ketika Nabi SAW sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk untuk menggantikan beliau sebagai imam dalam shalat.  Karena hal ini kemudian dianggap sebagai petunjuk agar Abu Bakar nantinya yang akan menggantikan kepemimpinan Islam sesudah Nabi SAW wafat. Kisah tentang Abu Bakar Ash-Shidiq
= Kisah Abu Bakar =
Abu Bakar As Siddiq ayah dari Aisyah istri Nabi Muhammad SAW. Namanya yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Rasulullah Saw menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Abu Bakar As Siddiq atau Abdullah bin Abi Quhafah (Usman) bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr al-Quraisy at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi saw kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai, kakek yang keenam. Dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma binti Sakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Nabi Muhammad Saw juga memberinya gelar As Siddiq (artinya 'yang berkata benar'), sehingga ia lebih dikenal dengan nama Abu Bakar as-Siddiq.
Abu Bakar As Siddiq tumbuh dan besar di Mekah dan tidak pernah keluar dari Mekah kecuali untuk tujuan dagang dan bisnis. Beliau memiliki harta kekayaan yang sangat banyak dan kepribadian yang sangat menarik, memiliki kebaikan yang sangat banyak, dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang terpuji. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Dughunnah, sesungguhnya engkau selalu menyambung tali kasih dan keluarga, bicaramu selalu benar, dan kau menanggung banyak kesulitan, kau bantu orang-orang yang menderita dan kau hormati tamu.
An-Nawawi berkata: Abu Bakar As Siddiq termasuk tokoh Quraisy dimasa Jahiliyah, orang yang selalu dimintai nasehat dan pertimbangannya, sangat dicintai dikalangan mereka, sangat mengetahui kode etik dikalangan mereka. Tatkala, Islam datang Abu Bakar As Siddiq mengedepankan Islam atas yang lain, dan beliau masuk Islam dengan sempurna.
Zubair bin Bakkar bin Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ma’ruf bin Kharbudz dia berkata: Sesungguhnya Abu Bakar As Siddiq adalah salah satu dari 10 orang Quraisy yang kejayaannya dimasa Jahiliyah bersambung hingga zaman Islam. Abu Bakar As Siddiq mendapat tugas untuk melaksanakan diyat (tebusan atas darah kematian) dan penarikan hutang. Ini terjadi karena orang-orang Quraisy tidak memiliki raja dimana mereka bisa mengembalikan semua perkara itu kepada raja. Pada setiap kabilah dikalangan Quraisy saat itu, ada satu kekuasaan umum yang memiliki kepala suku dan kabilah sendiri.
Istri-istri dan anak Abu Bakar.
Abu Bakar pernah menikahi Qutailah binti Abdul Uzza bin Abd bin As’ad pada masa jahiliyyah dan dari pernikahan tersebut lahirlah Abdullah dan Asma’.
Beliau juga menikah dengan Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Zuhal bin Dahman dari Kinanah, dari pernikahan tersebut lahirlah Abdurrahman dan ‘Aisyah.
Beliau juga menikah dengan Asma’ binti Umais bin ma’add bin Taim al-Khatts’amiyyah, dan sebelumnya Asma’ diperistri oleh Ja’far bin Abi Thalib. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah bin Abu Bakar, dan kelahiran tersebut terjadi pada waktu haji Wada’ di Dzul Hulaifah.
Beliau juga menikah dengan Habibah binti Kharijah bin Zaid bin Zuhair dari Bani al-Haris bin al-Khazraj.
Abu Bakar pernah singgah di rumah Kharijah ketika beliau datang ke Madinah dan kemudian mempersunting putrinya, dan beliau masih terus berdiam dengannya di suatu tempat yang disebut dengan as-Sunuh hingga Rasullullah saw wafat dan beliau kemudian diangkat menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Dari pernikahan tersebut lahirlah Ummu Khultsum.
Orang yang paling bersih di masa Jahilliyah
Ibnu Asakir meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Aisyah, dia berkata: demi Allah, Abu Bakar As Siddiq tidak pernah melantunkan satu syairpun di masa Jahiliyah dan tidak pula dimasa Islam. Abu Bakar As Siddiq dan Utsman bin Affan tidak pernah minum minuman keras di zaman Jahiliyah.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair, dia berkata, Abu Bakar As Siddiq sama sekali tidak pernah mengucapkan syair.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Al-Aliyyah Ar-rayahi, dia berkata: Dikatakan kepada Abu Bakar As Siddiq ditengah sekumpulan sahabat Rasulullah: Apakah kamu pernah meminum minuman keras di zaman Jahiliyah? Beliau berkata, ”Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan itu!”
Sifat Abu Bakar As Siddiq
Ibnu Saad meriwayatkan dari Aisyah bahwa seorang laki-laki berkata kepadanya: Coba sebutkan kepada saya gambaran tentang Abu Bakar As Siddiq! Kata Aisyah: dia adalah laki-laki kulit putih, kurus, tidak terlalu lebar bentuk tubuhnya,sedikit bungkuk, tidak bisa untuk menahan pakaiannya turun dari pinggangnya, tulang-tulang wajahnya menonjol, dan pangkal jemarinya datar.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Aisyah, bahwa Abu Bakar As Siddiq mewarnai rambutnya dengan 'daun pacar' dan katam (nama jenis tumbuhan). Dia juga meriwayatkan dari Anas, dia berkata, Rasulullah datang ke Madinah, dan tidak ada salah seorang dari para sahabatnya yang beruban kecuali Abu Bakar As Siddiq, maka dia menyemirnya dengan daun pacar dan katam.
Abu Bakar As Siddiq dilahirkan di Mekah dari keturunan Bani Tamim ( Attamimi ), suku bangsa Quraisy. Berdasarkan beberapa sejarawan Islam, ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar serta dipercayai sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.
Era bersama Nabi saw
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar As Siddiq membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan. Sehingga diriwayatkan bahwa Abu Bakar As Siddiq memiliki 9 toko yang semuanya habis dibuat untuk tegaknya agama islam. Beberapa budak yang ia bebaskan antara lain :
Bilal bin Rabbah
Abu Fakih
Ammar
Abu Fuhaira
Lubainah
An Nahdiah
Ummu Ubays
Zinnira
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar As Siddiq adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar As Siddiq juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Menjadi Khalifah
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar As Siddiq ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar As Siddiq akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya (632), dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar As Siddiq sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar As Siddiq sebagai khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad), yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah SAW sendiri sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah SAW menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat kalau Rasulullah saw dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir, dan juga banyak hadits di Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali bin Abu Thalib sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar As Siddiq dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali bin Abu Thalib menjadi pendukung setia Abu Bakar As Siddiq dan Umar bin Khattab. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali bin Abu Thalib melakukan baiat tersebut secara "pro forma," mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.
Perang Ridda
Segera setelah menjabat Abu Bakar As Siddiq, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Ridda. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah Al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad SAW. Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid.
Al Quran
Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Quran. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah dalam perang Ridda, banyak penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam pertempuran. Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an hingga yang dikenal hingga saat ini.
Abu Bakar As Siddiq meninggal pada tanggal 23 Agustus 634/ 8 Jumadil Awwal 13 H di Madinah pada usia 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Thalhah bin Ubaidillah.


2Umar bin Khattab (634 – 644 M)

Pengangkatan Umar menjadi khalifah adalah berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai- ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman). Kisahtentang Umar binKhattab
Biografi Umar bin Khattab

“Ya Allah, jadikanlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab.” Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.

Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua di dalam Islam setelah Abu Bakar. Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya Ka’ab. Antara beliau dengan Rasulullah selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Khatamah binti Hasyim bin al Mughirah al Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau kunyah Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua dan memberi laqab (julukan) al Faruq.

Umar bin Khattab Masuk Islam

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya, dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum Jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.

Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Rasulullah. Waktu itu Rasulullah membaca surat al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.” Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur’an bukan syair), lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.” Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.” Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?” Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.” Lelaki tadi berkata, “Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?” Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.” Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.”

Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur’an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.” Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.” Iparnya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?” Mendengar ungkapan tersebut Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.

Umar bin Khattab berkata, “Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.” Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!” Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.

Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, ‘Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.’ Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa.” Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, “Ada apa kalian?” Mereka menjawab, “Umar datang!” Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya.” Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.” Dan dalam riwayat lain, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.”

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.”

Kepemimpinan Umar bin Khattab

Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al Qur’an dan as Sunnah setelah Abu Bakar.

Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan Islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.

Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636 M), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641 M, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639 M, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.

Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637 M, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641 M, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642 M), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644 M, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.

Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, “Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabat pun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun Hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan shalat sunah Tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum khamr (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.

Namun dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati. Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud dan wara’. Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, “Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, “Umar bin Khattab berkata, ‘Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah’.”

Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang. Beliau berjanji tidak akan makan minyak Samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya.

Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum’at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.

Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah. Sehingga jauh-jauh hari Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha Allah dan Rasulullah. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka dengan berkata, “Aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau Allah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.”

Wafatnya Umar bin Khattab

Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat. Beliau ditikam ketika sedang melakukan shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah (al Fairus dari Persia), budak milik al Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Rasulullah dan Abu Bakar, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Diambil dari berbagai sumber.

Dari : makhluktermulia

3Utsman bin Affan (644 – 655 M)

Pengangkatan Utsman tidak seperti pengangkatan khalifah sebelumnya,Ustman diangkat menjadi khalifah setelah diadakan musyawarah oleh para sahabat yang ditunjuk oleh Umar melalui surat wasiatnya.  Hal tersebut dilakukan setelah Uhtmar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi tholib. Kisahtentang Utsman binAffan
Biografi
Utsman adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.

Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah  yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah  sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah , "Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah  ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad  untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah  memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.

Ia adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah dan Masjid Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan beberapa daerah kecil yang berada disekitar perbatasan seperti Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.

Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Kematian
Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah  perihal kematian Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H.[2] Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.sumber:wikipedia


4Ali bin Abi Thalib (655 – 661 M)

Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Namun demikian, kemudian timbullah persoalan ketika Ali mulai mengeluarkan kebijakasanaan baru sebagai khalifah. Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar. Kisah tentang Ali bin Abi Thalib,
Sejarah,Biografi Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu
             Dari seluruh sahabat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib adalah salah satu yang pertama kali memeluk Islam dan berjuang menegakkannya bersama Rasulullah saw. Ia memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Kedudukan ini sangat istimewa diberikan Rasulullah saw. Bagi beliau, tingkat kesalehan dan kualitas amal para sahabat tersebut tidak dapat disetarakan dengan siapa pun juga, meskipun yang dikerjakan generasi berikutnya tampak lebih besar. Karenanya, Rasulullah saw. melarang mencibir dan mencaci karya para sahabat utamanya itu.
           Ali bin Abi Thalib adalah salah satu orang yang pertama kali beriman dengan Rasulullah SAW meskipun dia saat itu masih kecil. Dia adalah putera Ali bin Abi Thalib paman Rasulullah SAW dan dikawinkan dengan puterinya yang bernama Fatimah yang dari pihak inilah Rasulullah memperoleh keturunan. Ali semanjak kecilnya sudah dididik dengan adab dan budi pekerti Islam, dia termasuk orang yang sangat fasih berbicara dan pengetahuannya juga tentang Islam sangat luas sehingga tidak heran dia adalah salah satu periwayat yang terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW.
               Ali menggantikan kekhalifahan Usman bin Affan yang telah meninggal sebelum jabatannya berakhir selama kurang lebih sekitar lima tahun, setelah sebelumnya dilakukan bai’at, dia banyak melakukan perubahan hukum ketatanegaraan seperti kebijakan tentang hak pertanahan, pembagian harta warisan perang. Juga timbul bermacam-macam masalah yang dapat mempengaruhi kemajuan dan kemunduran negara Islam. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sejarah kemajuan dan kebijakan politik pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib serta kemunduran akibat pemberontakan-pemberontakan yang ditandai perang terbuka antar umat Islam.




A. ALI BIN ABI THALIB

                 Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hijaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Rasulullah SAW masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Rasulullah SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy Mekkah. Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Rasulullah SAW terkesan tidak suka, karena itu mulai memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).
             Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Rasulullah SAWkarena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Rasulullah SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad. Ketika Rasulullah SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada saat itu Ali berusia sekitar 10 tahun.
                Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Rasulullah SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Rasulullah dan mengawinkannya dengan putri Beliau yang bernama Fatimah. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Rasulullah khusus kepada Ali tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
         Bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Rasulullah harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing. Didikan langsung dari Rasulullah SAW kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior)atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak, fasih dalam berbicara, dan salah satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah SAW.[4] Selain itu Ali adalah orang yang sangat berani dan perkasa dan selalu hadir pada setiap peperangan karena itu dia selalu berada di barisan paling depan pada setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah.



B. Pembaiatan ali bin abi thalib sebagai khalifah dan kemajuan yang dicapai
           

                 Setelah terbunuhnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi orang yang patut menduduki kursi khalifah setelah Usman. Mendengar permintaan rakyat banyak itu, Ali berkata, “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para pejuang Perang Badr.[5] Sebenarnya Ali bin Abi Thalib pernah masuk masuk nominasi pada saat pemilihan khalifah Usman bin Affan, tetapi saat itu dia masih dianggap sangat muda.
             Dengan terbaiatnya Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah menggantikan Usman bin Affan, sebagian orang yang masih terpaut keluarga Usman mulai beranggapan bahwa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib akan mengurangi kesenangan mereka apalagi untuk memperoleh kekayaan yang dapat mereka lakukan sebelumnya. Ali Terpilih menjadi khalifah sebenarnya menimbulkan pertentangan dari pihak yang ingin menjadi khalifah dan dituduh sebagai orang yang bertanggung jawab atas terbunuhnya khalifah Usman bin Affan.
                Bila pemerintahan dipegang oleh Ali, maka cara-cara pemerintahan Umar yang keras dan disiplin akan kembali dan akan mengancam kesenangan dan kenikmatan hidup dimasa pemerintahan Usman bin Affan yang mudah dan lunak menjadi keadaan yang serba teliti, dan serba diperhitungkan, hingga banyak yang tidak menyukai Ali. bagi kaum Umaiyah sebagai kaum elit dan kelas atas dan khawatir atas kekayaan dan kesenangan mereka akan lenyap karena keadilan yang akan dijalankan Ali.
Dalam menjalankan kepemerintahan Ali melakukan kebijakan politik seperti sebagai berikut:
1. Menegakkan hukum finansial yang dinilai nepotisme yang hampir menguasai seluruh sektor bisnis.
2. Memecat Gubernur yang diangkat Usman bin Affan dan menggantinya dengan gubernur yang baru
3. Mengambil kembali tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan Usman bin Affan kepada keluarganya, seperti hibah dan pemberian yang tidak diketahui alasannya secara jelas dan memfungsikan kembali baitul maal.[8]
                Meskipun dalam pemerintahan Ali perluasan Islam yang dilakukan sedikit mengalami kendala yaitu hanya memperkuat wilayah Islam di daerah pesisir Arab dan masih tetap peranan penting negara Islam di daerah yang telah ditaklukkan Abu Bakar di daerah Yaman, Oman, Bahrain, Iran Bagian Selatan. Umar bin Khattab di Persia, Syiria, Pantai Timur Laut Tengah dan Mesir. Serta pada masa Usman di Sijistan, Khurasa, Azarbaijan, Armenia hingga Georgia.
Ali bin Abi Thalib juga dikenal juga seorang penyair ternama. Seperti syair berikut:
“Janganlah kamu berlaku aniaya jika kamu mampu berlaku adil, karena tindak aniaya akan berujung pada .....,
Syair-syair Ali akhirnya dibukukan dalam kitab Nahj Al-Balaghah.
                Masa pemerintahan Ali yang kurang lebih selama lima tahun (35-40 H/656-661 M) tidak pernah sunyi dari pergolakan politik, tidak ada waktu sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Akhirnya praktis selama memerintah, Ali lebih banyak mengurus masalah pemberontkan di berbagai wilayah kekuasaannya. Ia lebih banyak duduk di atas kuda perang dan di depan pasukan yang masih setia dan mempercayainya dari pada memikirkan administrasi negara yang teratur dan mengadakan ekspansi perluasan wilayah (futuhat). Namun demikian, Ali berusaha menciptakan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan egaliter. Ia ingin mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya.
              Sebenarnya pembaiatan Ali sebagai khalifah adalah hal yang sangat wajar dan pertentangan itu adalah hal yang wajar pula sebagai akibat pertentangan dan peristiwa-peristiwa sebelumnya karena untuk memperebutkan kekuasaan yang diselingi kasus penuntutan atas terbunuhnya Usman dan juga pemecatan-pemecatan pejabat serta pengembalian harta milik yang tidak jelas.



C. PEMBERONTAKAN TERHADAP ALI BIN ABI THALIB
              Kaum pemberontak tidak punya pilihan lain kecuali mengangkat Ali karena ia adalah orang yang paling bijaksana di kalangan semua suku. Ali memang tidak diragukan lagi yang mempunyai integritas tinggi dan kapasitas intelektual yang memadai, namun demikian politik bukanlah keahliannya, sehingga sebagai lawanannya Muawiyah sebagai seorang politisi murni yang juga sebagai gubenur Syiria memang sangat berambisi menjadi khalifah dan sebagai politisi ia dapat mencari cara apa saja untuk menduduki khalifah.
              Ali tahu bahwa Mu’awiyah sangat ambisius dan terlebih lagi pernah diangkat oleh pendahulunya (Usman) yang mana kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya sering berbeda dengan Ali. Sebagai khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai wewenang yang penuh untuk menentukan bawahannya dan mencari yang loyal dengan kepemimpinannya. Oleh karena itu dia memecat Muawiyah yang pada saat itu telah berhasil membangun syiria menjadi kota menjadi kota yang sangat strategis dan memiliki tentara yang cukup loyal kepada Muawiyah . hal ini membuat tidak tinggal diam dan ingin melakukan pemberontakan.
              Meskipun Muawiyah tahu bahwa Ali bin Abi Thalib bukanlah orang yang patut disalahkan dalam hal kematian khalifah Usman bin Affan dan tidaklah mencari para pelakunya dan menghukum mereka. Padahal Muawiyah sebenarnya tidak sebenarnya berminat menuntuk kematian Usman bin Affan kecuali sebagai pemicu untuk memberontak terhadap Ali.
              Kejadian pembunuhan Usman hanyalah permulaan salah satu fitnah yang besar pengaruhnya pada skisme dalam Islam. Menurut ahli sejarah Islam pembunuh itu atau simpatisan menjadi sponsor pengangkatan Ali sebagai khalifah.



              Kondisi masyarakat yang sudah terjerumus pada kekacauan dan tidak terkendali lagi, menjadikan usahanya tidak banyak berhasil.Terhadap berbagai tindakan Ali setelah menjadi khalifah, para sahabat senior sebenarnya pernah memberikan masukan dan pandangan kepada Ali. Tetapi Ali menolak pendapat mereka dan terlalu yakin dengan pendiriannya. Dalam masalah pemecatan gubernur, misalnya, Mughirah ibn Syu’bah, Ibnu Abbas, dan Ziyad ibnu Handzalah menasehati Ali, bahwa mereka tidak usah dipecat selama menunjukan kesetiaan padanya. Pemecatan ini akan membawa implikasi yang besar bagi resistensi mereka terhadap Ali.
           Marshall GS. Hudgson memaparkan:”Setelah itu dua lusin tahun setelah wafatnya Muhammad, mulailah suatu periode fitnah (yang berlangsung selama lima tahun). Yang makna harfiahnya ”godaan” atau ”cobaan-cobaan”, suatu masa perang saudara untuk menguasai komunitas muslim dan teritori-teritori taklukannya yang luas”.
             Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, masa pemerintahan Ali tidak terlepas dari berbagai macam pemberontakan. Ali berusaha memadamkan bentuk perlawanan dan pemberontakan sesama muslim tersebut yang di dalamnya terlibat para sahabat senior. Perang saudara yang terjadi pada masa Ali yang tercatat dalam lembaran hitam sejarah Islam dan menjadi suatu kemunduran pergerakan Islam
D. PERANG JAMAL/ONTA
             Dinamakan perang Jamal, karena dalam peristiwa tersebut, janda Rasulullah SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq, Aisyah ikut dalam peperangan dengan mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun 36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali sebagai khalifah dipandang sebagai hal yang luar biasa, sehingga orang menghubungkan perang ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun menurut sementara ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu dominan.
           Keterlibatan Aisyah pada perang ini pada mulanya menuntut atas kematian Utsman bin Affan terhadap Ali, sama seperti yang dituntut Thalhah dan Zubair ketika mengangkat bai’at pada Ali. Setelah itu Aisyah pergi ke Mekkah kemudian disusul oleh Thalhah dan Zubair. Ketiga tokoh ini nampaknya mempunyai harapan tipis bahwa hukum akan ditegakkan. Karena menurut ketiganya, Ali sudah menetapkan kebijakan sendiri karena ia didukung oleh kaum perusuh. Kemudian mereka dengan dukungan dari keluarga Umayah menuntut balas atas kematian Utsman. Akhirnya mereka pergi ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka mendapat dukungan masyarakat setempat.
               Ali beserta pasukannya yang sudah berada di Kufah telah mendengar kabar bahwa di Syria (Syam) Muawiyah telah bersiap-siap dengan pasukannya untuk menghadapi Ali. Ali segera memimpin dan menyiapkan pasukannya untuk memerangi Mu’awiyah. Namun sebelum rencana tersebut terlaksana, tiga orang tokoh terkenal yaitu Aisyah tokoh terkenal Aisyah, Thalhah, dan Zubair beserta para pengikutnya di Basrah telah siap untuk memberontak kepada Ali. Ali pun mengalihkan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan tersebut.
                Aisyah ikut berperang melawan Ali alasannya bukan semata menuntut balas atas kematian Utsman, akan tetapi ada semacam dendam pribadi antara dirinya dengan Ali. Dia masih teringat terhadap peristiwa tuduhan selingkuh terhadap dirinya (hadits al-ifk), dimana pada waktu itu Ali memberatkan dirinya. Faktor lain adalah persaingan dalam pemilihan jabatan khalifah dengan ayahnya, Abu Bakar, yang kemudian disusul dengan sikap Ali yang tidak segera membai’at Abu Bakar, dan yang terakhir ada faktor Abdullah bin Zubair, kemenakannya, yang berambisi untuk menjadi khalifah, yang terus mendesak dan memprovokasi Aisyah agar memberontak terhadap Ali.
                   Seperti dikutip oleh Syalabi dari Ath-Thabari bahwa Pertempuran dalam peperangan Jamal ini terjadi amat sengitnya, sehingga Zubai melarikan diri dan dikejar oleh beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskannya. Begitu juga Thalhah telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya dipimpin Aisyah hingga akhirnya ontanya dapat dibunuh maka berhentilah peperangan setelah itu. Ali tidak mengusik-usik Aisyah bahkan dia menghormatinya dan mengembalikannya ke Mekkah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.
                    Menurut Thabari peperangan jamal disebabkan oleh karena kenigninan dan nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah, dan oleh perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Abdullah bin Zubair bernafsu besar untuk menduduki kursi khalifah dan kemudian menghasut Aisyah sebagai Ummul Mukminin untuk segera memberontak terhadap Ali bin Abi Thalib.
                   Dalam pemerintahannya Ali ingin menerapkan aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan. Aturan ini jelas bertentangan dengan mereka yang ingin mengumpulkan kekayaaan termasuk Zubair dan Thalhah. Terlebih lagi Ali sangat berhati-hati dalam pembagian rampasan perang. Ia memberi bagian yang sama kepada semua orang tanpa memandang status, suku dan asal-usul mereka.


E. PERANG SHIFFIN DAN TAHKIM

                Disebut perang shiffin karena perang yang menghadapkan pasukan pendukung Ali dengan pasukan pendukung Mu’awiyah berlangsung di Shiffin dekat tepian sungai Efrat wilayah Syam, perang ini berlangsung pada bulan Shafar tahun 37H/658M.
                    Setelah kematian Utsman, pihak keluarga Utsman dari Bani Umayah, dalam hal ini diwakili oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menajdi gubernur di Syam sejak khalifah Umar bin Khathab, mengajukan tuntutan atas kematian Utsman kepada Ali agar mengadili dan menghukum para pembunuh khalifah Utsman berdasarkan syari’at Islam. Dalam kondisi dan situasi yang sulit dan belum stabil pada waktu itu, nampaknya Ali tidak sanggup untuk memenuhi tuntutan itu. Sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang pada waktu menjabat gubernur Syam belum mengakui khalifah Ali di Madinah. Akhirnya Ali mengirimkan utusan ke Damaskus ibu kota Syam, untuk mengajukan dua pilihan kepada Mu’awiyah yaitu mengangkat bai’at atau meletakkan jabatan. Tetapi Mu’awiyah tidak mau menentukan pilihan sebelum tuntutan dari keluarga Umayah dipenuhi.
                  Dengan alasan khalifah Ali tidak sanggup menegakkan hukum sesuai syari’at, juga menuduh Ali dibalik pembunuhan Utsman, hal ini tidandai dengan tidak diambil tindakan oleh Ali terhadap para pemberontak bahkan pemimpinnya Muhammad bin Abu Bakar yang merupakan anak angkat Ali, diangkat menjadi gubernur Mesir, akhirnya Mu’awiyah mengadakan kampanye besar-besaran di wilayahnya menentang Ali, sehingga mendapat dukungan dan simpati dari mayoritas pengikut dan rakyat di wilayah kekuasaannya. Kemudian Mu’awiyah menyiapkan pasukan yang besar untuk melawan khalifah Ali. Walaupun menurut ahli sejarah, motivasi perlawanan Mu’awiyah itu sebenarnya tidak murni menuntut balas atas kematian Utsman, tetapi ada ambisi untuk menjadi khalifah.
                Setelah dibebastugaskan dari jabatannya ia menyingkir ke Palestina. Ia sebelumnya tidak pernah ikut campur dalam poitik dan pemerintahan pada masa awal kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dengan diiming-imingi jabatan oleh Mu’awiyah, akirnya ia pun terjun lagi dalam hingar bingar dunia politik dan mempunyai peran yang sangat penting dalam peristiwa perang Shiffin ini.
               Setelah selesai perang Jamal, Ali mempersiapkan pasukannya lagi untuk menghadapi tantangan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dengan dukungan pasukan dari Irak, Iran, dan Khurasan dan dibantu pasukan dari Azerbeijan dan dari Mesir pimpinan Muhammad bin Abu Bakr. Usaha-usaha untuk menghindari perang terus diusahakan oleh Ali, dengan tuntutan membai’atnya atau meletakkan jabatan. Namun nampaknya Mu’awiyah tetap pada pendiriannya untuk menolak tawaran Ali, bahkan Mu’awiyah menuntut sebaliknya, agar Ali dan pengikutnya membai’at dirinya.
               Perang antara Khalifah Ali dan Mu’awiyah pasukan Ali sudah hampir memperoleh kemenangan, dan pihak tentara Mu’awiyah bersiap-siap melarikan diri. Tetapi pada waktu itu ‘Amr bin Ash yang menjadi tangan kanan Mu’awiyah dan terkenal sebagai seorang ahli siasat perang minta berdamai dengan mengangkat Al-Qur’an.

                Dari pihak Ali mendesak menerima tawaran tersebut. Akhirnya Ali dengan berat hati menerima arbitrase tersebut, walaupun Ali mengetahui itu hanya sisat busuk dari Amr bin Ash. Sebagai perantara dalam tahkim ini pihak Ali diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin Ash yang mewakili pihak Mu’awiyah. Sejarah mencatat antara keduanya terdapat keepakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu’awiyah secara bersamaan. Kemudian setelah itu dipilih seorang khalifah yang baru. Selanjutnya, Abu Musa al-Aasy’ari sebagai orang tertua lebih dahulu mengumumkan kepada khalayak umum putusan menjatuhkan kedua pimpinan itu dari dari jabatan-jabatan masing-masing. Sedangkan Amr bin ‘Ash kemudian mengumumkan bahwa ia menyetujui keputusan dijatuhkannya Ali dari jabatan sebagai Khalifah yang telah diumumkan Abu Musa itu, maka yang berhak menjadi khalifah sekarang adalah Mu’awiyah.



              Bagimanapun peristiwa tahkim ini secara politik merugikan Ali dan menguntungkan Mu’awiyah. Yang sah menjadi khalifah adalah Ali, sedangkan Mu’awiyah kedudukannya hanya sebagai seorang gubernur daerah yang tidak mau tunduk kepada Ali sebagai khalifah. Dengan adanya arbitrase ini kedudukannya naik menjadi khalifah, yang otomatis ditolak oleh Ali yang tidak mau meletakkan jabatannya sebagai khalifah.
               Kesediaan Ali mengadakan Tahkim juga tidak disetujui oleh sebagian tentaranya, mereka sangat kecewa atas tindakan Ali dan menganggap bahwa tindakan itu tidaklah berdasarkan hukum Al-Qur’an sehingga mereka keluar dari pendukung Ali.
               Setelah itu sebagian pasukan Ali tersebut memisahkan diri dan membentuk gerakan sempalan yang kemudian dikenal dengan sebutan kaum ‘Khawarij’. Pendapat dan pemikiran mereka dikenal sangat ekstrim, pelaku-pelaku arbitrase dianggap telah kafir dalam arti telah keluar dari Islam karena tidak berhukum pada hukum Allah. Khawarij memandang Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang menerima arbitrase adalah kafir.
Kaum khawarij semula hanya merupakan gerakan pemberontak politik saja, tetapi kemudian berubah menjadi sebuah aliran dalam pemahaman agama Islam



F. AKHIR PEMERINTAHAN ALI

               Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan hilangnya sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena dikuasai oleh Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah menurun, sementara Muawiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
             Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orang-orang yang tidak disenangi. Karena itu mereka bersepakat untuk membunuh Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asy’ari. Namun mereka hanya berhasil membunuh Ali yang akhirnya meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40 H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang yang ditugasi membunuh tokoh-tokoh tersebut. Sedangkan nasib baik berpihak kepada Mu’awiyah dan Amr bin Ash, mereka berdua luput dari pembunuhan tersebut.
         Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu’awiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (’am jama’ah). Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa’ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.

               Syi'ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan Nabi Muhammad, dan sudah ditunjuk oleh Beliau atas perintah Allah di Ghadir Khum. Syi'ah meninggikan kedudukan Ali atas Sahabat Nabi yang lain, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.
Sunni

               Sebagian Sunni yaitu mereka yang menjadi anggota Bani Umayyah dan para pendukungnya memandang Ali sama dengan Sahabat Nabi yang lain.
Sunni menambahkan nama Ali dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah melimpahkan Ridha (ke-suka-an)nya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada Sahabat Nabi yang lain.
Sufi

               Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat bahwa beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau tidak suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang beliau, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu memperbaiki pakaiannya.

Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah keturunan beliau sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.


Riwayat Hidup

Kelahiran & Kehidupan Keluarga

Kelahiran

               Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar,Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi Allah).
Kehidupan Awal

                Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.


Masa Remaja

                 Ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.
Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah

                  Ali bersedia tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
Kehidupan di Madinah

Perkawinan

                  Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
Julukan

                   Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.


Pertempuran yang diikuti pada masa Nabi saw

Perang Badar

                    Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq

                    Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar

                    Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
                    Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Peperangan lainnya

Hampir semua peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk menjaga kota Madinah.
Setelah Nabi wafat

                     Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib r.a.Dalam khutbahnya itu antara lain beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Baitdan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
Sebagai khalifah

                   Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
Keturunan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keturunan Ali bin Abi Thalib
Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra dan memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.
Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.
Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid.
Umar al-Akbar Ummu Kiram sumber :http://viosixwey.blogspot.com/2013/04/sejarahbiografi-ali-bin-abi-thalib.html

Kamis, 21 Mei 2015

Tugas dan Wewenang DPR

Tugas dan Wewenang DPR
Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
·         Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
·         Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
·         Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
·         Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
·         Menetapkan UU bersama dengan Presiden
·         Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
·         Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
·         Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama
·         Menindak lanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK
·         Memberikan persetujuan terhadap pemindah tanganan asset Negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara
Terkait dengan funsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
·         Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
·         Membahas dan menindak lanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN; pajak, pendidikan dan agama)
Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:
·         Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak lanjuti aspirasi rakyat
·         Memberikan persetujuan kepada presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial
·         Memberikan pertimbangan kepada presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
·         Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
·         Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkai calon hakim agung oleh Presiden

·         Memilih tiga orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan kepada Presiden

Pengertian Simple Present Tense dan contoh soal

Simple Present Tense 
(Waktu Sekarang Sederhana)
Digunakan Untuk Mengekspresikan 
Kejadian yang merupakan :
  • General Truth (Kebenaran Secara Umum)
  • Habit (Kebiasaan)
  • Facts (alimat Fakta)


Rumus:
           (+) S+ V1 + O/C
            Ex:  Danu Plays Football Everyday
           (-) S + Do/Does + Not + V1 + O/C
            Ex : Danu Doesn't play Football Everyday
           (?) Do/Does + S + V1 +O/C ?
            Ex : Does Danu Play FootBall Everyday ?
                   Yes he Does / no he doesn't
Apabila Kalimat Berbentuk nominal (predikatnya bukan kata kerja)
maka Rumus :
                      (+) S + Tobe + C
                      Ex : Rakha is a new student at SMP *****
                      (-) S + Tobe + Not + C
                      Ex : Rakha isn't / is not a new student at SMP *****
                      (?) Tobe + S + C ?
                      Ex : is Rakha is a new student at SMP *****?
                             Yes he is / No he isn't
Soal:
Ubalah Kalimat berikut menjadi kalimat yang talah ditentuan!
1. (+)Hilmy is a new teacher here
    (-)
    (?)
2. (-) Zikry isn't a new transfer student from Bengkulu
    (+)
    (?)
3. (?) is Putri a new volleyball player?
    (+)
    (-)
4. (?)Does Tiara Reads Book everyday ?
    (+)
    (-)
(?)
5. (-) Najla Doesn't Bring pen everyday
    (+)
    (?)
Selamat Belajar

Rabu, 20 Mei 2015

Pengertian Hukum Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana

Pengertian Hukum Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana 

"Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kpentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya."

Contoh Kasus Hukum Perdata Internasional

Bukan hanya di dalam negeri, kasus perdata pun pernah dan bisa terjadi dalam kancah internasional. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

1. Kasus Temasek 
   Keputusan KKPU atas kepemilikan silang (cross ownership) TemasekHolding (TH) masih menjadi berita hangat. Keputusan yangmenimbulkan kontroversi itu tampaknya akan berbuntut panjangdengan upaya Temasek memperkarakan keputusan KPPU tersebut padasemua forum hukum yang tersedia dengan alas an pertimbangan yangmendasari keputusan itu memiliki banyak kelemahan. Biladicermati, berbagai kelemahan pertimbangan yang dikemukakanTemasek tampaknya tidak beralasan. Sebagai contoh, pernyataanDirektur Eksekutif Temasek Simon Peres yang menyatakanperusahaan itu tidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat.Pernyataan itu sepintas lalu ada benarnya. Ini karena secaralangsung Temasek tidak memiliki saham pada kedua operatorseluler itu. Namun, lewat Singtel dan STT yang notabenemerupakan anak-anak perusahaannya. Temasek mengantongi sahamTelkomsel maupun Indosat masing masing sebesar 35 persen dan41,9 persen. Dengan demikian, amat aneh bila Temasek beranggapantidak memiliki saham di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan sahampada satu atau beberapa perusahaan yang bisnisnya sejenis atautidak lewat anak-anak perusahaan merupakan hal yang lazim dansecara yuridis tidak terlarang dalam berbisnis, baik secaranasional maupun multinasional. Yang dilarang apabila kepemilikansaham pada suatu perusahaan, baik secara langsung maupun lewatanak perusahaannya, menimbulkan penguasaan pasar pada satu jenisbarang atau jasa tertentu secara dominan sebagaimana diatur di Pasal 27 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat.


Contoh Kasus Hukum Pidana Di Indonesia
Selasa, 13/10/2009
Jakarta, Radar Online
Mantan Gubernur Sumsel Divonis 1 Tahun

Richard Burton.P [Jakarta]
   Mantan gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Syahrial Oesman, divonis satu tahunpenjara, karena terbukti terlibat dalam kasus suap proses alih fungsi hutan lindungPantai Air Telang, Sumsel) menjadi Pelabuhan Tanjung Apiapi."Menyatakan terdakwa Syahrial Oesman terbukti secara sah dan meyakinkanbersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai penganjur," kata Ketua MajelisHakim, Teguh Harianto, ketika membacakan putusan di Pengadilan Tindak PidanaKorupsi, Jakarta, Senin (12/10).dalam putusannya, majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp100 jutasubsider enam bulan penjara.Putusan itu lebih ringan dari tuntutan tim jaksa penuntut umum yang memintapenjatuhan hukuman selama empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 jutasubsider empat bulan penjara.Dalam pertimbangan yang meringankan, Teguh menjelaskan, Syahrial hanya terbuktimenganjurkan pelaksanaan aliran dana kepada sejumlah anggota komisi IV untukmempercepat proses alih fungsi hutan lindung. "Terdakwa tidak menikmati hasil daripenyuapan," kata Teguh ketika membacakan pertimbangan meringankan.Syahrial terbukti menyetujui dan menganjurkan aliran dana hingga mencapai Rp5miliar kepada sejumlah anggota komisi IV DPR.Penyerahan dalam bentuk cek itu atas permintaan anggota DPR untuk memperlancarpemberian rekomendasi alih fungsi hutan lindung di Sumsel untuk dijadikanPelabuhan Tanjung Apiapi.Untuk itu, Direktur Utama Badan Pengelolaan dan Pengembangan Pelabuhan TanjungApiapi yang juga mantan sekretaris daerah Provinsi Sumsel, Sofyan Rebuin, memintabantuan anggota Komisi IV DPR RI Sarjan Tahir.Setelah itu, Sofyan menemui Syahrial yang waktu itu menjadi gubernur Sumsel danpengusaha Chandra Antonio Tan pada Oktober 2006. Pada pertemuan itu, Sofyanmengatakan ada kebutuhan dana Rp5 miliar untuk pemberian rekomendasi alihfungsi hutan.Chandra Antonio Tan setuju untuk menyiapkan cek senilai Rp2,5 miliar. Chandrakemudian menyerahkan Rp2,5 miliar itu kepada Sarjan Tahir, yang kemudiandibagikan kepada beberapa anggota Komisi IV DPR.Pada Juni 2007, Sarjan kembali menghubungi Sofyan Rebuin untuk meminta sisapembayaran Rp2,5 miliar. Kemudian Sofyan memberitahukan hal itu kepadaterdakwa Syahrial.Penyerahan cek tahap kedua itu dilakukan oleh pengusaha Chandra Antonio Tan diHotel Mulia Jakarta, pada 25 Juni 2007. "Maka unsur memberi sesuatu telah terbuktisecara sah dan meyakinkan," kata anggota majelis hakim, Anwar.Sementara itu, hakim Ugo dan Andi Bachtiar sepakat menyatakan Syahrial telahdengan sengaja menyetujui dan menganjurkan aliran dana tersebut.Hal itu terbukti melalui fakta-fakta persidangan yang menyatakan Syahrial tidakmelarang, bahkan memberi usul, ketika Sofyan Rebuin dan Chandra Antonio Tanmenceritakan kebutuhan aliran dana kepada sejumlah anggota DPR. "Maka unsurdengan sengaja telah terpenuhi," kata Andi Bachtiar.Atas perbuatannya, Syahrial dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang(UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kedua KUHP.Dalam persidangan, Syahrial dan tim penasihat hukum belum menentukan sikap atasputusan majelis hakim. "Kami akan menggunakan waktu tujuh hari untuk berpikir,"kata Syahrial di hadapan majelis hakimTim penuntut umum yang tuntutannya tidak dipenuhi oleh majelis hakim jugamenyatakan pikir-pikir.Sebelumnya, Syahrial membantah telah memerintahkan penyerahan cek ke DPRuntuk melancarkan proses alih fungsi hutan lindung.Ignatius Supriadi, penasihat hukum Syahrial, menegaskan penyerahan cek kepadasejumlah anggota DPR tanpa sepengetahuan kliennya. Menurut dia, inisiatif penyerahan dana berasal dari bawahan Syahrial. "Pak Syahrial tentu tidak bisamengontrol tindakan bawahan sepenuhnya," ujarnya. (TMA/Ant/Rbp)



Analis Kasus

persidangan terjadi karena terdakwa terbukti terlibat dalam kasus suap proses alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang, Sumsel menjadi Pelabuhan Tanjung Apiapi. Tersangka dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kedua KUHP.